Anggota DPR: Dibutuhkan Peta Jalan untuk Kedaulatan Garam

Editor: Makmun Hidayat

Amin menegaskan jika pemerintah tak memulai kebijakan jangka panjang maka potensi Indonesia menjadi negara importir akan terbuka luas. Padahal Indonesia memiliki sumber daya.

“Ini kan tidak boleh terjadi. Yang namanya investasi itu pasti nilainya besar dan hasilnya tidak sim salabim. Butuh waktu. Impor memang langkah paling gampang. Tapi bangsa kita akan menjadi pangsa pasar dan devisa kita lari keluar negeri,” papar Amin.

Belum jika dikaitkan dengan para pelakunya, yaitu para petani. Misalnya para petani garam dan petani cabai yang baru saja ditemui olehnya di Madura.

“Produk mereka ini merupakan gantungan hidup mereka. Kalau garam hanya dihargai Rp500 per kilogram atau cabai hanya Rp2 ribu per kilogram bagaimana mereka menutup ongkos produksi mereka. Jangan bicara keuntungan lah. Butuh niat nyata dari pemerintah, bukan hanya di atas kertas,” paparnya.

Ia mengharapkan dengan adanya peta jalan, maka produksi komoditas, bukan hanya garam, dapat meningkat.

“Bukan hanya kuantitas tapi juga kualitas. Seperti garam ini, kan masalahnya adalah kadar NaCl-nya yang tak memenuhi spesifikasi untuk industri. Tapi harusnya kan dipilah. Tak semua industri membutuhkan kadar NaCl yang di atas 97 persen,”  paparnya lagi.

“Kalau industri kimia atau farmasi memang mereka butuh yang 99 persen. Tapi kalau penyamakan kulit kan hanya 95 persen. Atau rumah tangga kan 94 persen. Artinya pemerintah harusnya bisa mengawal ini semua. Yang bisa dipenuhi oleh produk dalam negeri ya pakai yang dalam negeri,” sambungnya.

Kalau memang dinyatakan produksi dalam negeri tak mencukupi secara jumlah, kenyataannya produksi garam rakyat tidak terserap. Jangan produk impor masuk ke dalam kebutuhan rumah tangga.

Lihat juga...