Seni Betawi Lakon ‘Bapak Jantuk’ Ajarkan Cara Arungi Kehidupan

Editor: Koko Triarko

Atien menceritakan, dulu calon pengantin Betawi biasanya diharuskan menonton lakon ini agar bisa menjadi pelajaran, bagaimana seharusnya pernikahan dan membangun keluarga dijalani.

“Pesan yang ingin disampaikan adalah dalam menjalani hidup berkeluarga jangan mudah marah hanya karena hal sepele, demi kerukunan. Wajar selalu ada masalah dalam keluarga, tetapi harus diselesaikan dengan baik, agar tidak berujung pada perceraian,” ungkap Atien.

Ia mengungkapkan, dalam salah satu pementasan yang berjudul Greget Jantuk, diceritakan tentang hilangnya kepala ikan peda kesukaan Bapak Jantuk, karena dimakan kucing.

“Kekesalan dilampiaskan kepada sang istri yang memicu pertengkaran dan berujung pada perceraian. Selama berpisah, Bapak Jantuk merasa kesepian dan rindu pada anak serta istrinya. Di akhir cerita, Bapak dan Ibu Jantuk kemudian rujuk kembali untuk membina keluarga. Inilah intinya, persoalan kecil dalam rumah tangga jangan sampai menyebabkan perpisahan,” ungkap Atien, lebih lanjut.

Tokoh Jantuk tampil dengan mengenakan topeng pada setengah bagian wajah yang diberi karet di tengahnya untuk dikenakan di kepala. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian sehari-hari dilengkapi sarung dan ikat kepala khas Betawi.

Tokoh Ibu Jantuk tampil dengan kebaya dipadu kain batik khas Betawi. Drama penuh canda dan tawa, pun kemudian mengalir lancar.

“Musik pengiringnya adalah gamelan topeng yang terdiri dari sebuah rebab, sepasang gendang (gendang besar dan kulanter), satu ancak kenong berpecon tiga, sebuah kecrek, sebuah kempul yang digantungkan pada gantungan, dan sebuah gong tahang atau gong angkong,” pungkasnya.

Lihat juga...