Edukasi Pengelolaan Bencana, Kunci Meminimalisir Kerugian

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Maka, dengan mitigasi bencana, Amien menyebutkan, dampak kerugian terutama korban jiwa dapat diminimalisir.

“Contoh kasus, gempa dan tsunami Aceh 2004 menyebabkan korban jiwa lebih dari 150 ribu orang. Sementara, gempa dan tsunami Sendai 2011, korbannya kurang dari 20 ribu orang. Lalu gempa M7.3 Fukushima lalu, sama sekali tidak ada korban. Sementara gempa di Mamuju dengan M6.2 memakan korban dan kerusakan. Artinya, ada yang salah dengan mitigasi di Indonesia dan harus menjadi pemikiran untuk kita semua,” tuturnya.

Berdasarkan data, tercatat bencana banyak terjadi di Indonesia, kerusakan dan korban jiwa juga selalu saja banyak dan penanganan tidak maksimal.

“Kenapa? Karena mayoritas masih berpikir bahwa bencana adalah takdir yang tidak perlu dipikirkan. Hanya perlu diselesaikan dengan doa dan pasrah. Maka negara ini hanya mempersiapkan badan penanggulangan bencana. Yang hanya bekerja jika bencana terjadi. Penyelenggara negara hanya bisa menyalahkan alam. Misalnya banjir atau longsor karena hujannya terlalu deras, perubahan iklim, atau iklim,” kata Amien tegas.

Padahal semua hal itu hanyalah salah satu faktor yang menyertai fakta geografis Indonesia yang menjadi bagian kawasan cincin pasifik, pertemuan tiga lempeng, berada di kawasan tropis, terletak di antara tiga samudera besar, dan memiliki penduduk banyak yang tidak tertata dengan baik.

“Mitigasi bencana tidak dijadikan bagian dari kehidupan masyarakat dan pendidikan. Akhirnya, tidak pernah siap dan tetap terlihat kerugian sebagai dampaknya. Kalau ada banjir yang disalahkan hujan, kalau kebakaran yang disalahkan suhu panas,” ungkapnya lagi.

Lihat juga...