Arkeolog: Situs Gunung Padang Bentuk Visualisasi Budaya Ritual

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Penelitian pada situs Gunung Padang banyak memberikan teori mengenai pemanfaatan wilayah tersebut pada masanya. Tapi melalui hasil ekskavasi dan fotogametri yang dilakukan secara intensif setelah tahun 1980an hingga penghujung 2020, kecenderungan lebih mengarah pada lokasi ritual masyarakat zaman itu  untuk menghormati para leluhur.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, Dr. Lutfi Yondri, MHum, menjelaskan kata ‘Padang’ bermakna sesuatu yang luas dan lapang pada etnis Sunda.

“Situs Gunung Padang ini merupakan bentuk visualisasi budaya ritual atau religi, yang pernah hidup di tatar Sunda masa lalu. Hal ini bisa terlihat dari hasil ekskavasi pada lima teras Gunung Padang, yang menunjukkan susunan batu membentuk ruang dan tatanan untuk pemujaan leluhur,” kata Lutfi dalam acara arkeologi, Minggu (29/8/2021).

Situs Gunung Padang, lanjutnya, merupakan situs sejarah yang ditemukan kembali. Karena sebelum tahun 1979, di mana pertama kali situs ini masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebelumnya sudah pernah ada penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog Belanda.

“Penelitian Gunung Padang sebenarnya sudah dicatatkan pertama kali pada 1891 oleh RDM Verbeek dan inventarisasi NJ Krom pada tahun 1914. Yang menarik dari dua literatur ini adalah hanya disebutkan 4 teras. Sementara saat ini sudah ditemukan 5 teras,” urainya.

Kemungkinan, hal ini diakibatkan akses termudah saat itu adalah lewat Gunung Melati. Sehingga akses ke-5 saat itu tidak terjamah dan tertutup semak belukar.

“Dari hasil ekskavasi menunjukkan penyusunan balok batu, yang batuannya berasal dari wilayah Gunung Padang itu sendiri, mengikuti kontur wilayah yang membentuk lereng dan juga rawan bencana. Diperkirakan kegiatan budaya di Gunung Padang ini terjadi sekitar 117 tahun hingga 45 tahun sebelum Masehi, sebagai pemujaan pada para leluhur,” urainya lagi.

Lihat juga...