Dampak Perdagangan Rempah, Budaya Banten Berkembang
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Karena menjadi komoditas penting, lada pun menjadi cenderamata saat terjadi hubungan persahabatan atau diplomasi, ungkapan terima kasih, ucapan selamat hingga simbol ketaklukan.
“Contohnya, dalam salah satu surat yang berbahasa Arab, dari Sultan Abul Fath pada Raja Charles II di Inggris pada tahun 1664, terkait permohonan kesediaan Inggris menjual meriam dan senapan kepada Banten. Sebagai hadiahnya, Sultan mengirimkan 100 bahar lada hitam dan 100 pikul jahe,” tuturnya.
Tak hanya itu, tercatat pula pengiriman 200 bahar lada hitam dari Sultan Abunashar Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin kepada Gubernur Jenderal HW Daendels pada tahun 1808 sebagai ucapan selamat, dan pengiriman 300 bahar lada hitam oleh Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussolihin kepada Gubernur Jenderal J. Sieberg sebagai ucapan terima kasih atas pengangkatan dirinya sebagai sultan.
Helmy juga menyebutkan, jalur rempah memiliki pengaruh pada perkembangan agama, khususnya Islam karena kesultanan yang besar membuka akses pada banyak ulama.
“Banten itu punya aspek tasawuf yang sangat besar. Tidak hanya bagaimana tokoh Banten yang dibaiat menjadi pengikut tarekat atau pernikahan putri sultan dengan ulama, hingga keterlibatan ulama dalam pendidikan para pangeran. Adanya rempah, juga menyebabkan terbangunnya komunikasi Banten dengan Mekah dan Banten dengan India. Jalannya bersamaan, rempah dan agama,” tuturnya.
Dengan adanya pengaruh rempah pada perkembangan agama, berkembanglah kaligrafi Banten, yang berbeda gaya hurufnya dengan aliran nashi dan lebih mirip pada gaya penulisan indo-persia.
“Selain kaligrafi, naskah keagamaan juga banyak yang beraksara pegon. Yang hari ini masih kita temukan juga dalam tulisan para santri,” kata Helmy.