Cegah Konflik, Upaya Konservasi Macan Tutul Jawa
Editor: Makmun Hidayat
Agar efektif, perlu dilakukan analisis kerawanan. Yang meliputi data topografi, musim, ketersediaan mangsa alami, sebaran populasi, tutupan lahan, populasi ternak di perbatasan, data spasial konflik dan peta indikatif habitat yang dibutuhkan saat tindak pelepasliaran.
“Karena itu, apa yang kami lakukan di Meru Betiri adalah melakukan pelatihan dalam hal mencegah terjadinya konflik. Misalnya pengamanan rutin, pemetaan kerawanan konflik hingga sosialisasi pengamanan ternak kepada masyarakat,” urai Beebach.
Tak hanya sosialisasi langsung kepada masyarakat di sekitar habitat, sosialisasi juga dilakukan secara online, melalui sosial media maupun seminar online.
“Kami menyampaikan informasi macan tutul Jawa yang semuanya berbasis penelitian dan dilakukan secara ilmiah. Dan tidak hanya secara nasional tapi juga dalam skala internasional. Harapannya, tentu untuk membangkitkan ketertarikan banyak pihak untuk terlibat dalam penelitian macan tutul Jawa,” ujarnya.
Penelitian pada macan tutul Jawa, diakui oleh Dosen Institut Pertanian Bogor, Dr. Dede Aulia Rahman memang masih kurang.
“Lebih banyak penelitian itu pada spesies yang lebih kharismatik. Misalnya, di Ujung Kulon untuk badak. Kalau macan tutul Jawa masih sangat sedikit menerima perhatian konservasi,” katanya secara terpisah.
Selama periode tahun 2000 hingga 2020 tercatat hanya 26 hasil karya ilmiah yang dipublikasikan dan tiga diantaranya diterbitkan dalam satu dekade terakhir.
“Kalau dilihat, predator puncak seperti macan tutul jika punah maka akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Selain itu, sebagai spesies endemik Indonesia, harusnya bisa memicu peningkatan aspek ekonomi dalam kaitannya dengan wisata dan aspek ilmu pengetahuan,” pungkasnya.