Mengembalikan Air ke Perut Bumi, Inovasi Teknologi Penanganan Banjir

Mayoritas air tanah di Jakarta Utara bahkan sampai Jakarta Pusat, sudah tak layak konsumsi. Tak hanya itu, eksploitasi tanah berlebihan juga membuat permukaan air tanah mengalami penurunan (land subsidence). Hasil GPS Geodetic menunjukkan di Jakarta Utara laju penurunan tanah setiap tahunnya mencapai 12 sentimeter (cm).

Kondisi demikian bisa dicegah bila air tanah yang dieksploitasi ini dikembalikan lagi ke dalam tanah. Teknologi ramah banjir ini memungkinkan air yang berlimpah saat musim hujan dikembalikan lagi ke dalam tanah dalam waktu singkat, untuk menjadi tabungan saat kemarau.

Menurut Kris Suyanto, teknologi ramah banjir ini pernah diuji coba di Tb Simatupang, Jakarta Selatan, tepatnya berdekatan dengan lokasi Sekolah High Scope.

Seharusnya, uji coba teknologi ini berlangsung selama 20 tahun, setelah sebelumnya mendapat disposisi dari Pemprov DKI Jakarta. Ketika itu, Februari 2013, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta masih dijabat Wiriyatmoko.

Setelah mendapat disposisi teknologi ramah banjir segera dibangun di lokasi yang ditunjuk, yakni di suatu kawasan dekat dengan Sekolah High Scope. Mengingat sifatnya masih uji coba, pembiayaan masih ditanggung penemu dengan masa pekerjaan November 2013 hingga Maret 2014.

Selama uji coba itu, memang terbukti mampu mengatasi genangan yang kerap terjadi di kawasan itu. Sayang, sebelum masa uji coba habis, kawasan itu keburu dibangun jalan Tol Depok Antasari, sehingga seluruh teknologi itu pun sudah lenyap dibalik jalan beton.

Efektif
Badransyah selaku penemu, mengatakan teknologi ramah banjir yang dipergunakan berbeda dengan sumur vertikal yang dikembangkan Pemprov DKI Jakarta. Lubang yang dibuat untuk saluran air memiliki ke dalaman tertentu hingga menembus batu tempat cadangan air.

Lihat juga...