Mengembalikan Air ke Perut Bumi, Inovasi Teknologi Penanganan Banjir
Banyak inovasi yang dibangun agar air tak semuanya terbuang ke sungai, salah satunya drainase vertikal yang digagas Pemprov DKI Jakarta. Sebenarnya, drainase vertikal mengadopsi dari biopori hanya dibuat dengan diameter lebih besar.
Namun, metode ini juga dianggap tak terlalu efektif di saat datang musim hujan, tanah jenuh akan air. Kondisi ini membuat drainase vertikal tidak mampu lagi menyerap genangan air dipermukaan.
Inovasi
CEO PT Katama Suryabumi, Kris Suyanto, menyatakan sebagai perusahaan yang bergerak di bidang inovasi, merasa prihatin dengan persoalan banjir di Ibu Kota sehingga tertarik untuk sekadar memberi sumbang saran melalui teknologi sistem pengendali banjir.
Katama Suryabumi dikenal sebagai pemilik inovasi konstruksi “sarang laba-laba” yang dirancang untuk bangunan-bangunan tahan gempa di Sumatra Barat, Bengkulu dan Aceh. Terkini, konstruksi ini dipakai untuk konstruksi Kampus Untirta di Sindangsari, Kabupaten Serang, yang belum lama ini diresmikan Presiden Joko Widodo.
Terkait penanganan banjir, Katama Suryabumi telah bekerja sama dengan penemu teknologi ramah banjir untuk dapat dipergunakan mengendalikan banjir di Jakarta dan daerah lain di Indonesia yang kerap dilanda banjir.
Penemu sistem pengendali banjir ini, Abdul Kadir dan Badransyah, telah mematenkan teknologi temuannya ke Kemenkumham. Prinsip kerja dari teknologi ini adalah memasukkan air dari kali/sungai sebanyak-banyaknya dengan cepat ke dalam akuifer perut bumi, dan menyimpannya sebagai cadangan (deposit) air.
Seperti di DKI Jakarta, air tanah banyak dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari air minum, memasak makanan, mencuci, hingga mandi dan lain sebagainya. Eksploitasi air tanah berlebihan ini membuat infiltrasi (rembesnya) air laut ke daratan.