Setelah 172 Tahun “Hilang”, Burung Pelanduk Kalimantan Kembali Ditemukan
JAKARTA — Satwa endemik burung pelanduk kalimantan atau Malacocincla perspicillata yang diduga mengalami kepunahan sejak 1848 atau 172 tahun yang lalu kembali ditemukan di Kalimantan Selatan.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno saat “media briefing” di Jakarta, Selasa, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para citizen science, yaitu masyarakat yang bukan peneliti namun sukarela mengumpulkan dan menganalisa data ilmiah.
Ia mengatakan satwa liar akan sejahtera sepenuhnya apabila hidup di alam habitatnya. Hal itu juga menegaskan bahwa pihaknya memerangi perburuan ilegal satwa liar yang dilindungi.
Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pertama, Balai Taman Nasional (TN) Sebangau Teguh Willy Nugroho mengatakan burung pelanduk kalimantan yang ditemukan sesuai dengan digambarkan ahli ornitologi Prancis, Charles Lucien Bonaparte pada 1850, berdasarkan spesimen yang dikumpulkan pada 1840-an oleh ahli geologi dan naturalis Jerman, Carl A.L.M. Schwaner selama ekspedisinya ke Kalimantan.
Sejak saat itu, tidak ada spesimen atau penampakan lain yang dilaporkan. Selain itu, asal muasal spesimen masih menjadi misteri, bahkan pulau di mana spesimen tersebut diambil juga tidak jelas.
Asumsi awal bahwa spesimen tersebut diambil di Pulau Jawa pada 1895 bahwa ahli ornitologi Swiss Johann Büttikofer menunjukkan waktu itu Schwaner berada di Pulau Kalimantan. Spesimen inilah kemudian menjadi spesimen satu-satunya di dunia sehingga semua rujukan dan deskripsi morfologi burung mengacu kepada satu spesimen tersebut.