Petambak Lamsel Panen Parsial untuk Minimalisir Kerugian

Editor: Makmun Hidayat

LAMPUNG — Panen parsial atau panen sebagian jadi salah satu strategi petambak minimalisir kerugian. Sumarso, salah satu petambak di Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan menyebut dua faktor jadi alasan melakukan panen parsial.

Faktor pertama dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal. Faktor kedua imbas bencana alam banjir, limpasan Sungai Way Sekampung.

Teknik budidaya tradisional, semi intensif dilakukan oleh Sumarso dan petambak sesuai modal yang dimiliki. Pada kondisi normal udang vaname bisa dipanen saat usia 100 hingga 120 hari sejak benur ditebar. Panen parsial dilakukan olehnya untuk mendapatkan angka hidup udang (survival rate). Sebab dalam proses budidaya kerap ditemukan udang mati oleh virus dan kondisi cuaca.

Memasuki usia 50 hari, Sumarso bilang mulai melakukan panen parsial. Panen dilakukan dengan pengurasan air dan memakai jala. Panen parsial memiliki fungsi menyortir udang dengan ukuran atau size 50 ekor per kilogram. Sistem tersebut bertujuan bisa menjual udang lebih cepat, mengurangi biaya pakan. Efisiensi pemberian pakan atau feed convention ratio (FCR) dilakukan agar udang kecil mendapat asupan pakan.

“Udang yang sudah besar siap panen parsial akan diambil sementara udang ukuran kecil tahap pertumbuhan tidak akan kalah saat pemberian pakan, sisa udang vaname masih bisa ditunggu hingga maksimal usia puncak tiga bulan,” terang Sumarso saat ditemui Cendana News, Senin (1/3/2021).

Panen parsial sebutnya sekaligus jadi cara mengurangi populasi. Sebab manajemen pengelolaan tambak sistem tradisional menerapkan sistem tebar padat. Menebar sekitar 20.000 benur ia menyebut normalnya bisa mendapat hasil panen hingga dua ton. Namun faktanya dalam perjalanan budidaya sebagian udang mati. Ia hanya bisa mendapat satu ton melalui proses panen parsial pada lahan satu hektare.

Lihat juga...