Berhenti Bekerja di Restoran, Pemuda ini Fokus Bertani Sayuran
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Saya catat semua, dari modal pertama tanam seperti budi daya sayuran kacang panjang yang tengah saya tanam. Begitu pun hasilnya nanti, jadi saya bisa tahu, rincian modal dan hasil setelah panen. Ternyata bertani lebih menjanjikan dibanding bekerja,” jelasnya.
Tetapi, jelasnya bertani memang harus memiliki modal besar jika ingin sukses. Saat ini sistem pertanian yang mereka terapkan masih konvensional, semua kebutuhan diambil dari hasil panen. Sementara lahan terbatas. Jadi wajar jika petani hanya dapat penghasilan pas-pasan dan memiliki tabungan sedikit tergantung luas lahan yang dikelola.
“Saya bersama keluarga menggarap lahan satu hektaran, itu dibagi beberapa jenis tanaman sayur. Seperti terong, oyong dan kacang panjang. Dari pengamatan saya, budidaya terong lebih menjanjikan, panennya lama, masa tanam sebentar, dan perawatannya pun mudah,” ungkap Aji.
Dikonfirmasi, dibanding bekerja sebagai karyawan dan menjadi petani, Aji menjelaskan, hasilnya lebih besar bercocok tanam. Tapi, memang lebih capek dan kotor tidak seperti di restoran dituntut penampilan rapi dan bersih. Hal lain, petani jika tidak pandai memanajemen pengeluaran, akan habis begitu saja karena uang tidak ngumpul.
“Seperti kami, petani sayuran begini, panen dua harian, dijual ke pasar atau mengisi warung-warung kampung. Uangnya lumayan besar bisa di atas Rp1 jutaan, untuk satu jenis sayuran. Tapi beberapa hari kami bisa tidak berpenghasilan. Karena dipakai untuk kebutuhan harian dan perawatan tanaman,” tandasnya.
Menurutnya, bertani juga banyak tantangan. Misalnya populasi hama sudah meningkat. Jika tidak segera dilakukan pengendalian dapat berakibat terganggunya pertumbuhan tanaman. Kacang panjang, misalnya, bisa saja memiliki penyakit kutu daun. Jika dibiarkan menyerang, maka paling ganas di musim kemarau. Saat ini masih musim hujan, maka pertumbuhannya cukup bagus.