11 Seniman Gelar Pameran Bersama di Gianyar

Tema Diorama Cronic itu diambil sebagai respons atas situasi pandemi Covid-19 yang sudah kronis melanda dunia.

Diorama diartikan sebagai benda miniatur, tiga dimensi untuk menggambarkan suatu pemandangan atau suatu adegan, sedangkan kronis yang biasanya banyak dipakai dalam istilah kedokteran, menunjukkan kondisi atau sifat penyakit yang telah lama terjadi.

Pada kondisi ini, penyakit bersifat persisten dan biasanya telah berdampak pada beberapa sistem tubuh.

Ke-11 seniman yang berpameran tersebut merespons kondisi dunia yang kronis, dengan karya dua dimensi dan tiga dimensi. Dalam karya seni yang tiga dimensi bukan lukisan, ada karya dari I Gede Made Surya Darma yang merespons kronisnya dunia di masa Pandemi ini dengan menampilkan karya berupa photo performative, dengan judul “blind In Paradise” dengan memotret sosok dirinya yang matanya ditutup dengan kain putih, yang sedang makan salad buah dan toest berupa pulau.

Hal itu sebagai simbol Bali yang bergelimpang pariwisata, kini dibutakan dengan kenyamanan pariwisata tersebut, akhirnya di masa pandemi ini Bali mendapat pukulan keras di sektor ekonomi, karena Bali penghasilan utamanya dari sektor pariwisata.

Karya I Kadek Dedy Sumantra Yasa Karya bermakna bahwa dalam masa susah ini, ada satu jalan yaitu berserah kepada-Nya, hanya menggunakan kekuatan apa adanya simbol dari satu senar tersebut, I Ketut Putrayasa, dengan karya Instalasi dengan judul “Apa Pertimbanganya” menampilkan kerupuk sebagai representasi masyarakat kelas bawah, yang pada saat-saat situasi kronik (kronis) perlu adanya sebuah kepastian, bukanya selalu digantung seperti miniatur (diorama) kehidupan yang dipertontonkan, dan seakan-akan kesulitan menjadi hal yang seksi, gurih dan renyah.

Lihat juga...