Produksi Arang Kayu Tetap Bertahan, Meski Tak Bisa Diandalkan

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

SEMARANG — Asap tipis terlihat keluar, di sela-sela gundukan hitam abu sisa pembakaran. Tidak jauh, berdiri Tejo, seorang pria paruh baya sembari terus mengawasi proses pembakaran tersebut. Sesekali dengan cangkul kayu, dirinya meratakan abu yang menutupi gundukan agar asap tidak keluar.

Ya, itu merupakan proses pembuatan kayu arang, yang sudah ditekuni Tejo sejak puluhan tahun lalu. Meski kini di usia yang tidak muda lagi, pria asal Purwodadi, Kabupaten Grobogan Jateng tersebut, tetap setia menjalani profesi tersebut.

“Proses pembakaran ini bisa berlangsung hingga 10 hari, dengan api kecil. Kalau pakai api besar, tiga hari juga sudah jadi arang, namun kualitasnya tidak bagus. Kalau buru-buru, kayu tidak terbakar sempurna dan arang yang dihasilkan mudah hancur,” paparnya, saat ditemui di sela pembuatan arang di kawasan Gunungpati Semarang, Selasa (10/11/2020).

Dipaparkan untuk membuat arang tersebut, dirinya membutuhkan kayu sekitar 3-4 truk pick-up yang dibelinya Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per pick-up.

“Kalau antar sampai disini, per truk pick up Rp 300 ribu, tapi kalau saya ambil sendiri Rp 200 ribu. Seringnya saya ambil sendiri, selain lebih murah, isi kayu juga lebih banyak karena saya tata rapi, kalau beli suka sembarangan mengisinya, jadi tidak penuh,” terangnya.

Dari proses pembakaran tersebut, kemudian dihasilkan sekitar 50 karung arang siap jual, dengan masing-masing karung seberat 18 -23 kilogram. “Saya jual Rp 50 ribu per karung, tapi diambil sendiri. Kalau diantar, harganya Rp 55 ribu per karung. Ini untuk wilayah Kota Semarang, sedangkan bila dikirim ke luar kota, ya menyesuaikan dengan biaya transportasinya,” jelasnya.

Lihat juga...