Komunitas Keroyokan Sedekah Sediakan Angkringan Gratis Selama Pandemi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Saya mulai melakukan kegiatan semacam ini sejak beberapa tahun silam. Awalnya saat itu saya masih jadi mahasiswa ISI Yogyakarta. Saat hendak sahur di bulan Ramadan, saya tidak punya uang, sehingga hanya bisa minum air kran. Hari berikutnya saya pergi ke tempat pembagian makan sahur gratis. Tapi sampai di sana ternyata semua makanan sudah habis. Dari situlah saya berangan-angan kelak bisa membuat kegiatan serupa dengan jumlah lebih banyak. Agar orang-orang yang membutuhkan seperti saya kala itu tidak merasa kesusahan,” kata lelaki asal Jakarta itu.
Berawal dari angan-angan mulia itulah Joko lantas memulai membangun komunitas sosialnya. Kegiatan sosial pertama yang dilakukannya adalah memberikan uluran bantuan kepada para guru mengaji di kampung-kampung. Ia merasa perlu membantu mereka karena mengetahui mereka hanya mendapatkan gaji atau upah yang sangat minim.
“Saya mengajak teman-teman untuk melakukan donasi. Lalu memberikan bantuan dalam bentuk makanan pada mereka. Berapa pun yang didominasikan kita terima. Tidak harus uang, tapi bisa juga tenaga,” katanya.
Dari situlah awal mula komunitas Keroyokan Sedekah muncul. Bagi Joko sedekah bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak harus orang kaya, namun orang biasa pun bisa melakukannya. Jika tidak bisa membantu dalam jumlah besar, bisa dalam jumlah kecil. Jika tidak bisa membantu dalam bentuk materi, bisa membantu dalam bentuk pikiran atau pun tenaga.
“Itulah kenapa kita namakan Keroyokan Sedekah, karena dilakukan beramai-ramai dan bersama-sama oleh banyak orang. Walaupun bantuan hanya dalam jumlah yang sedikit-sedikit, namun jika dilakukan oleh banyak orang bersama-sama kan akan bisa bermanfaat bagi orang lain. Jadi tak perlu malu bersedekah sesuai kemampuan masing-masing,” tuturnya.