September – Oktober Jakarta Masih di Musim Kemarau
Hal ini, lanjut Ripaldi, berkaitan dengan posisi gerak semu matahari yang sedang berada di belahan Bumi Utara sejak Juni, serta pada periode Juni – Juli Agustus dipengaruhi juga oleh intrusi udara dingin dari Benua Australia, yang sedang mengalami musim dingin sehingga pada periode tersebut masyarakat di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara merasakan hawa atau suhu udara lebih dingin dari biasanya.
Pada periode ini juga dirasakan suhu udara maksimum, yakni 34 derajat celsius dapat terjadi sekitar pukul 13.00-14.00 WIB.
Lebih lanjut Ripaldi mengatakan, variasi suhu di Indonesia tidak terlalu besar tiap bulannya, sehingga dari temperatur udara sepanjang tahun tetap cocok untuk tanaman tropis.
Walaupun masyarakat merasakan panas atau gerah tidak terlalu berpengaruh ke kesesuaian tanaman, apalagi ke gagal panen, karena dari kisaran suhu udara yang terjadi pada periode ini masih pada kisaran aman bagi tumbuhan di daerah tropis.
Selanjutnya, suhu udara terasa panas karena memang masih musim kemarau, kurang atau jarang hujan, kurang awan yang menutupi atmosfer, sehingga radiasi matahari terasa seperti langsung menyengat kulit.
“Ditambah partikel debu yang bertebaran saat masa-masa kemarau menambah rasa gerah atau panas pada saat musim kemarau,” ujarnya.
Dampak yang akan dirasakan masyarakat dengan suhu panas ini adalah kekurangan cairan, karena itu masyarakat diimbau untuk memperbanyak minum air agar terhindar dari dehidrasi.
“Sebenarnya enggak terlalu panas, cuma karena kemarau jarang hujan banyak debu udara siang hari, jadi berasa gerah dan panas. Bawaannya haus aja di siang hari, perbanyak minum air putih biar enggak dehidrasi,” kata Ripaldi. (Ant)