JAKARTA – Peneliti senior di pusat Studi Hukum Universitas Indonesia (UI), A.B Kusuma, mengemukakan pendapatnya terkait pertanyaan siapakah yang paling patut disebut Pancasilais.
“Itu tidak bisa dijawab, dan juga tidak perlu dinyatakan siapa yang paling pancasilais, atau siapa yang tidak pancasilais, karena itu tergantung pada interprestasinya,” kata A.B Kusuma, dalam diskusi ‘Pancasila yang Otentik dan Legitimate’, Jumat (24/7/2020).
Menurutnya, yang paling penting dan lebih dari Pancasila itu sendiri untuk dibahas adalah jabaran dari UUD 1945. Pancasila masih terlalu abstrak dan masih terus diperdebatkan. Terpenting adalah tentang tujuan atau sistem dalam bernegara itu sendiri.

“Buat saya yang lebih penting diperdebatkan adalah kesadaran berkonstitusi. Bagaimana sistem pemerintahan, kenegaraaan kita yang juga menjadi perdebatan, terkait perubahan apakah ini presidensialisme, apakah parlementarisme, kan juga tidak ada habis-habisnya,”ucap dia.
Dikatakan, sistem negara yang diterapkan di Indonesia sekarang tidak bisa dilacak dari Pancasila. Tapi, bisa dilacak dari principle apa. Umpamanya, lanjut A.B Kusuma, sebelum sistem yang dibuat oleh para pendiri negara itu sistemnya hanya satu lembaga yang dipilih.
“Kemudian paradik, artinya single legitimite yang memilih kepala negara itu adalah MPRS, tapi setelah dilakukan amandemen muncul dua lembaga, yakni presiden dan DPR juga dipilih langsung, itu berbeda paradigma. Itu sendiri akan menimbulkan goncangan,” tegasnya.