Warga Pesisir Timur Lamsel Swadaya Bangun Tanggul Abrasi
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
LAMPUNG — Puluhan tahun mengajukan pembangunan tanggul pemecah ombak dan belum mendapatkan jawaban dari pihak terkait membuat warga memilih swadaya.
“Tanggul penahan ombak skala besar dilakukan dengan menggunakan batu berukuran besar, namun karena biaya cukup mahal kami gunakan bahan seadanya menggunakan ban bekas dan kayu bayur,” terang Faisol, warga Dusun Sukabandar, Desa Legundi saat ditemui Cendana News, Rabu (6/5/2020)
Warga Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan (Lamsel) ini menyebutkan, puluhan tahun pantai timur terimbas abrasi. Imbas abrasi angin, gelombang membuat sejumlah pohon tumbang. Laju abrasi di pesisir timur yang ada di Desa Legundi dan Ketapang rata rata mencapai 2 meter per tahun. Ia mengingat jarak daratan Sumatera dengan pulau Seruling yang semula hanya mencapai 30 meter saat ini bisa mencapai 100 meter.
Melalui usulan dalam musyawarah rencana pembangunan (Musrembang) desa hingga kecamatan, pembangunan tanggul telah diusulkan. Namun prioritas pada pantai lain di wilayah pesisir timur membuat pantai Legundi belum bisa direalisasikan.
Pembuatan tanggul penahan abrasi secara swadaya menurut Faisol memiliki fungsi ganda. Saat gelombang perairan sedang besar konstruksi yang dibuat dari patok kayu, kawat, ban dan batu akan menahan laju abrasi. Konstruksi sederhana dengan bahan bahan murah tersebut juga sekaligus akan digunakan sebagai dermaga tambat. Sebab sebagian warga memiliki perahu jenis kasko.
Faisol mengaku upaya swadaya membangun konstruksi tanggul tersebut ia membutuhkan ratusan ban mobil dan motor bekas. Satu buah ban mobil bekas dibeli seharga Rp5.000, ban motor bekas dijual Rp1.000. Menghabiskan uang hingga lebih dari Rp5juta yang diperoleh dari sokongan dengan warga lain. Hasil penjualan budidaya kerang hijau dan tangkapan ikan jadi tambahan.