Peneliti Tanggapi Soal Perppu Covid-19
Editor: Koko Triarko
Lebih lanjut Abra menjelaskan, konsolidasi fiskal bergantung pada tiga hal. Yaitu, peningkatan penerimaan negara, terutama pajak, efisiensi belanja, dan strategi pengelolaan pembiayaan pemerintah.
Terkait tiga hal itu, pertama, hubungan antara PDB dan penerimaan pajak, yang digambarkan dengan elastisitas penerimaan pajak atau perpajakan terhadap PDB (tax buoyancy), tidak selamanya asimetris dan konstan.
Sehingga, hal ini menurutnya mencerminkan berapa persen pertumbuhan penerimaan pajak sebagai akibat dari 1 persen pertumbuhan ekonomi.
“Angka elastisitas tersebut diduga tidak konstan antara pada masa normal, krisis, dan recovery,” ujarnya.
Karena perencana fiskal biasanya menggunakan angka elastisitas jangka panjang, yang belum tentu sama dengan angka jangka pendeknya.
Sementara itu, penelitian Sancak, Velloso, dan Xing tahun 2010 menemukan, bahwa perbedaan elastisitas dengan jangka pendek ini terjadi, dan menyarankan agar perencana fiskal juga memasukkan faktor siklus bisnis dalam modelnya.
Studi International Monetary Fund (IMF) 2015 juga memperingatkan adanya dampak krisis terhadap kepatuhan pajak. Selain itu, kondisi dapat diperparah jika terdapat kelambanan waktu (time lag) antara recovery ekonomi dan recovery anggaran pemerintah.
Setidaknya, jelas dia, terdapat alasan institusional dan behavioral (perilaku) atas hipotesis ini. Ekonomi digerakkan oleh perusahaan dan individual yang fleksibel dan bergerak merespons insentif.
“Sementara fiskal, terutama pajak sangat kompleks dan terkait dengan situasi politik, siklus anggaran, birokasi dan kapasitas aparat negara dalam mengeksekusi kebijakan,” ungkapnya.