Peneliti Tanggapi Soal Perppu Covid-19
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Peneliti Instutute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra El Talattov, menilai secara implisit latar belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 31 Maret 2020, didasari pada asumsi pemerintah terhadap dua hal. Pertama, pandemi dan dampak ekonomi serta sosial turunannya akan mulai mereda pada 2022.
“Asumsi ini penuh ketidakpastian, karena sangat terkait dengan banyak faktor, mulai dari keberhasilan penanganan aspek Covid-19, dari sisi kesehatan, penemuan vaksin, ekonomi global, dan lainnya,” papar Abra, berdasarkan rilisnya yang diterima Cendana News, Selasa (19/5/2020) pagi.
Ke dua, yaitu dengan mulai meredanya dampak tersebut, maka recovery ekonomi dapat segera dimulai dan diikuti dengan perbaikan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (BPBN).
“Ini terlepas dari model recovery yang dipercaya akan terjadi, apakah V-shaped atau U-shaped,” tukasnya.
Namun, menurutnya, hal ini nampaknya dikhawatirkan akan sulit untuk terjadi karena beberapa isu. Dan, dalam literatur makroekonomi dikenal istilah konsolidasi fiskal, yaitu suatu kerangka kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi beban utang publik dan defisit anggaran pemerintah.
Konsolidasi fiskal menjadi krusial, terutama pada masa setelah krisis dan recovery, yang mana anggaran pemerintah kemungkinan akan menyimpang dari disiplin fiskal yang biasa diterapkan di masa normal.
“Konsolidasi fiskal penting, agar dalam jangka panjang keberlanjutan fiskal tetap terjaga, sehingga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” imbuhnya.