Guru Besar: Penggunaan Obat Keras Harus Lewat Resep Dokter
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
JAKARTA — Beredarnya tulisan di media sosial terkait penggunaan Ventolin dan Metilprednisolon secara bebas untuk meredakan gejala sesak napas, batuk hingga COVID-19 ditanggapi dengan tegas oleh para ahli.
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, menyatakan Ventolin adalah nama merk obat untuk pelonggar saluran nafas (bronkodilator), yang berisi obat salbutamol.
“Ventolin dapat dijumpai dalam bentuk inhalasi, injeksi maupun tablet, tetapi yang paling banyak dipakai untuk pasien asma adalah bentuk inhalasi. Obat ini termasuk obat keras dan harus diperoleh dengan resep dokter. Ia digunakan untuk melonggarkan saluran nafas ketika terjadi serangan sesak nafas,” kata Prof Zullies saat dihubungi, Rabu (27/5/2020).
Sementara, Metilprednisolon adalah obat anti radang, untuk mengurangi peradangan dan digunakan pada banyak penyakit yang bisa dijumpai dalam bentuk tablet maupun injeksi.
“Obat Ventolin efek samping utamanya adalah jantung berdebar, tapi karena penggunaannya secara inhaler atau dihirup, dosis yang digunakan relatif kecil, sehingga secara umum efek sampingnya tidak signifikan,” ujarnya.
Obat Metilprednisolon, lanjutnya, adalah termasuk obat golongan kortikosteroid yang jika digunakan dalam jangka pendek (sampai 10 hari), efek sampingnya relatif tidak terlalu signifikan dibandingkan manfaatnya.
“Efek sampingnya baru akan muncul jika dipakai jangka panjang dengan dosis yang besar, misalnya terjadi moon face (wajah membulat), osteoporosis, kenaikan kadar gula darah,” tandasnya.
Prof Zullies menyebutkan, kedua obat ini bukanlah obat yang terlarang untuk diperjualbelikan. Jika Apoteker dapat memberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaan dan lain-lain, masih dimungkinkan konsumen memperolehnya tanpa resep, terutama jika obat tersebut merupakan obat ulangan.