Ditinjau dari Sisi Ilmiah, Fenomena Bentukan Awan Hanyalah Kebetulan
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
“Jenis awan tinggi merupakan uap air yang menguap akibat suhu panas dan mengembun kemudian terbentuk dan menjadi awan pada ketinggian di atas 20.000 kaki di atas permukaan laut,” ucapnya.
Kelompok jenis jenis awan yang tergolong awan tinggi tidak serta merta terbentuk di atas ketinggian yang tersebut. Namun, bergantung pada wilayah dengan suhu dan iklim tertentu. Jenis jenis awan tinggi ini akan terbentuk dan menjadi awan pada ketinggian berkisar antara 6 – 18 km DPL untuk iklim tropis, 5 – 13 km DPL pada iklim sedang dan pada 3 – 8 KM DPL pada wilayah yang bersuhu dan beriklim rendah seperti wilayah kutub.
“Fenomena alam ini merupakan suatu hal yang biasa dan dapat terjadi dimanapun dan kapan pun. Awan yang ramai dibicarakan itu adalah awan Cirrocumulus. Dan di Indonesia, awan yang mengandung banyak partikel es ini merupakan penanda musim kemarau,” papar Erma saat dikonfirmasi terkait bentukan awan yang ramai dibicarakan.
Peneliti Petir dan Atmosfer Deni Septiadi menyatakan secara ilmiah bentuk awan merupakan suatu hal kebetulan belaka.
“Bentuk awan dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya angin di atas permukaan.
Pembentukan awan sebagai penanda kuatnya konvektif. Itu saja,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
Ia menjelaskan bahwa proses konvektif awan ini adalah proses pembentukan awan melalui proses konveksi akibat pemanasan radiasi Matahari.
“Maksudnya, sebelum tumbuh awan, proses awalnya ada radiasi Matahari masuk ke Bumi. Proses akan membuka aliran udara ke atas untuk mengangkat partikel-partikel atau aerosol menjadi awan,” pungkasnya.