Masyarakat di Perbatasan Butuh Kecukupan Sembako dengan Harga Normal
BOGOR – Masyarakat Indonesia yang ada di perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, pada kondisi pandemi COVID-19 saat ini, sangat membutuhkan ketersediaan sembako yang cukup dengan harga yang normal.
“Ketersediaan sembako di daerah perbatasan saat ini sangat terbatas, sehingga menjadi langka. Kalau ada, harganya naik menjadi lebih mahal,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia Kalimantan Barat (Asppindo Kalbar), Christo Lomon, Minggu (19/4/2020).
Menurut Christo Lomon, gula pasir yang didatangkan dari ibu kota Kalimantan Barat di Pontianak ke Entikong, di tingkat pengecer harganya sekitar Rp35.000 per-kg. Sembako lain, seperti tepung beras, tepung terigu, dan minyak goreng, harganya juga naik tinggi di tingkat pengecer, terutama di lima kecamatan di Kabupaten Sanggau.
Yakni kecamatan Entikong dan Sekayam, yang berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia, serta tiga kecamatan lainnya, yakni Noyan, Baduai, dan Kembayan. Menurut Christo, perekonomian masyarakat di perbatasan masih tergantung pada interaksi perdagangan lintas batas kedua negara, Indonesia-Malaysia. “Karena kebutuhan sembako masih belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh pasokan dari dalam negeri, sehingga sebagian pasokan sembako dan kebutuhan lainnya masih didatangkan dari negara tetangga,” katanya.
Ketua Presidium Pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru Kabupaten Sekayam Raya, pemekaran Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ini mengatakan, situasi di daerah perbatasan saat ini, masyarakatnya sedang mengalami kesulitan. “Apalagi, masyarakat yang sehari-hari bekerja dalam sistem perdagangan lintas batas negara, sekarang menjadi kehilangan mata pencaharian, setelah Malaysia memberlakukan kebijakan karantina wilayah, dan menutup semua akses perdagangan lintas batas negara,” tuturnya.