Harga Minyak Jatuh, Defisit APBN Bisa Bertambah
Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo
JAKARTA — Eskalasi pandemi Covid-19 yang mewabah di hampir seluruh negara telah membuat sejumlah asumsi makro ekonomi global berubah drastis. Salah satunya proyeksi harga minyak mentah dunia, yang sejak awal tahun 2020 terus mengalami kontraksi.
“Yang paling nampak penurunannya adalah minyak jenis West Texas Intermediate (WTI). Hari ini saja, harga WTI kontrak Mei berada pada level negatif, sempat di US$ -37 per barel,” terang Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, Rabu (22/4/2020) di Jakarta.
Febrio menilai, penurunan harga minyak mentah tersebut disebabkan oleh permintaan global yang semakin menurun dan sentimen negatif yang berasal dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang kontraktif.
“Ini juga ditambah dengan fakta bahwa produsen harus segera menyerahkan stok kepada konsumen karena faktor penyimpanan yang terbatas,” ujar Febrio.
Meski demikian, menurut Febrio penurunan tersebut diperkirakan hanya berdampak secara jangka pendek, mengingat harga jual WTI kontrak pada Juni masih berkisar pada US$20 per barel.
Harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) juga saat ini ikut terdampak, meskipun masih sedikit di atas harga minyak Brent. Perubahan harga ICP, diprediksi berdampak terhadap APBN, mengingat baseline asumsi harga ICP dalam Perpres 54/2020 ialah US$38 per barel untuk harga rata-rata sepanjang tahun 2020.
“Jika harga terus mengalami penurunan sehinga ICP menjadi US$30,9 per barrel, maka defisit diperkirakan bertambah Rp12,2 triliun,” kata Febrio.
Pemerintah sendiri terus melakukan pemantauan untuk melakukan kebijakan antisipatif termasuk pengendalian defisit, salah satunya melalui evaluasi atas belanja non-produktif, dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menjaga kesinambungan fiskal dan pertumbuhan ekonomi.