Atasi Konflik Keluarga dengan Kegiatan Positif

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Menjalani masa pembatasan sosial dan fisik, hampir 1,5 bulan lamanya, mulai memunculkan beberapa kasus konflik di keluarga. Apakah itu karena sosok ibu sudah mulai merasa lelah dengan aktivitas yang tidak pernah selesai di rumah? Atau anak remaja yang juga mulai merasa bosan di rumah?

Konsultan Pendidikan Keluarga, Yulina Eva Riany, Sp.Med, PhD, menyatakan, konflik yang muncul akibat interaksi dalam suatu keluarga adalah hal yang biasa.

Konsultan Pendidikan Keluarga, Yulina Eva Riany, Sp.Med, PhD, saat webinar psikososial, Senin (27/4/2020) – Foto: Ranny Supusepa

“Apalagi, akibat pembatasan ini, baik orang tua maupun anak terbatasi ruang geraknya. Dan aktivitas yang selalu bersama dalam satu rumah, menyebabkan overlapping antara kerja, pengasuhan dan pendidikan,” kata Eva saat webinar psikososial, Senin (27/4/2020).

Eva memaparkan, saat minggu-minggu awal, para anggota keluarga mungkin masih merasakan hal tersebut sebagai suatu hal yang menyenangkan.

“Anak merasa orang tua memiliki waktu banyak. Orang tua merasa senang memiliki waktu lebih banyak dengan anak-anak. Semua terasa masih menyenangkan,” ujarnya.

Tapi setelah memasuki masa satu bulan atau lebih, maka mulai muncul konflik.

“Dimana anak mulai bosan. Terutama anak remaja yang sudah memiliki lingkup pergaulannya sendiri. Sementara ibu sudah mulai lelah dengan tanggung jawab. Ayah mungkin terbebani dengan kemungkinan penurunan pemasukan, sementara pengeluaran tetap ada,” ujarnya lebih lanjut.

Ketegangan yang muncul ini, jika tak segera diatasi, menurut Eva berpotensi menjadi pertengkaran yang berlarut-larut.

Lihat juga...