Astronom Jelaskan Fenomena ‘Wolf Supermoon’
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Penamaan kondisi bulan purnama, sangat banyak dipengaruhi oleh budaya suatu daerah. Tapi untuk ilmu astronomi, yang dikenal hanya apogee dan perigee. Contohnya adalah berita tentang ‘Wolf Supermoon’, yang dinyatakan akan muncul pada Januari 2020.
Staf Astronomi Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ), Mohammad Rayhan, menjelaskan bahwa penamaan ‘Supermoon’ itu dalam ilmu astronomi merupakan suatu kondisi di mana bulan berada pada posisi terdekat dengan Bumi.

“Supermoon itu bukan istilah astronomi. Kalau di astronomi kita hanya tahu apogee dan perigee. Yang menunjukkan posisi Bulan terjauh dan terdekat dengan Bumi,” kata Rayhan, saat ditemui di Gedung POJ Cikini Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Ia memaparkan, bahwa kondisi apogee dan perigee ini berkaitan dengan lintas orbit bulan yang berbentuk elips.
“Karena bentuk orbitnya yang elips, maka Bulan akan memiliki titik apogee, yaitu titik terjauh dan titik perigee, yaitu titik terdekat dari Bumi. Saat posisi jauh, Bulan akan terlihat lebih kecil, sehingga disebut ‘Micromoon’ oleh masyarakat. Sementara saat perigee, muncul istilah ‘Supermoon’,” ucapnya.
Sehingga, dalam astronomi yang dikenal hanya istilah ‘Purnama Perigee’ dan ‘Purnama Apogee’.
“Tapi tentu saja, istilah-istilah Supermoon, Wolfmoon, Frostymoon jauh lebih dikenal masyarakat. Karena kesannya lebih memberikan cerita tertentu,” kata Rayhan, sambil tertawa.
Tampilan Bulan saat Purnama Perigee terlihat membesar 14-15 persen dengan tingkat keterangan yang meningkat 30 persen.