Tatap 2020, Perlukan Belanja Infrastruktur?

Editor: Makmun Hidayat

Pengamat ekonomi makro, Eko Listiyanto. -Foto: Amar Faizal Haidar

JAKARTA — Kondisi ekonomi di 2020 diprediksi tidak lebih cerah dari tahun ini, baik di level global maupun nasional. Alasannya pun tidak jauh berbeda, ketidakpastian global serta perang dagang Amerika dan Cina masih menghantui pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Alasan lain yang patut diperhitungkan adalah iklim politik Amerika jelang pemilihan presiden tahun depan. Bagaimanapun, sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, dinamika politik AS pasti akan berdampak pada sektor keuangan global termasuk Indonesia.

Pengamat Ekonomi, Eko Listiyanto, mengatakan bahwa pemerintah harus mempersiapkan langkah antisipatif yang tepat untuk menghadapi kondisi ekonomi semacam itu. Ia juga menyarankan agar pemerintah lebih memperketat biaya belanja infrastruktur dan sebisa mungkin meninggalkan skema hutang.

Berkaca pada persentase defisit anggaran nasional saat ini, yaitu 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB), Eko menilai memang sudah seharusnya pemerintah memperketat belanja infrastrukrtur karena biayanya yang besar.

Perlu diketahui defisit itu terjadi karena pemerintah menggunakan strategi untuk tetap ekspansi. Akan tetapi sayangnya ekspansi itu dilakukan pada aspek yang justru harusnya diketatkan.

“Seandainya ekonomi sedang bagus ya oke saja. Tapi kalau penerimaan kita faktanya begini dan tetap dipaksakan untuk infrastruktur dengan belanja besar, efeknya pada pembiayaannya. Mau ngga mau akan hutang,” terang Eko Listiyanto saat dihubungi Cendana News, Senin (16/12/2019).

Disinilah problemnya, apabila hutang ditingkatkan sementara situasi ekonominya tidak membaik maka pendapatannya pun tidak naik signifikan.

Lihat juga...