Dalang Pembantaian di Filipina Dihukum Seumur Hidup
MANILA – Sebuah pengadilan Filipina menetapkan, para pimpinan klan politik berpengaruh bersalah pada Kamis (19/12/2019). Mereka dianggap mendalangi pembantaian 57 orang pada 2009 silam.
Sebuah keputusan pengadilan, yang disambut gempita, sebagai kemenangan parsial untuk keadilan dan sebuah tantangan bagi budaya impunitas yang terkenal buruk di negara itu. Delapan anggota keluarga Ampatuan yang kuat, termasuk di antara 28 orang yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas peran mereka dalam sebuah penyergapan terhadap iring-iringan pemilihan di provinsi Maguindanao. Serta penembakan terhadap semua saksi.
Di antara para korban Pembantaian Maguindanao adalah, 32 jurnalis. Dan hal itu menjadi salah satu serangan terbesar pada media di dunia. Penyergapan itu juga merupakan contoh terbesar kekerasan pemilu di Filipina.
Pembunuhan biasa terjadi dalam politik provinsi, terutama di Mindanao, wilayah selatan Filipina yang rawan terhadap pelanggaran hukum. Kasus ini secara luas dianggap sebagai persidangan dasawarsa di Filipina, karena kekejaman para Ampatuan, sebuah dinasti dengan koneksi politik yang berkembang hingga Presiden Gloria Macapagal Arroyo.
Hasil tersebut dilihat sebagai ujian, apakah lembaga-lembaga demokratis dapat menahan tekanan dari kepentingan mereka yang kaya dan kuat. Lima belas terdakwa lainnya dipenjara pada Kamis (19/12/2019), karena membantu pembunuhan dan 56 dibebaskan. Tujuh kasus dihapus, di antaranya kasus patriarki keluarga, Andal Ampatuan, yang meninggal di penjara karena serangan jantung pada 2015 silam.
Salvador Panelo, juru bicara Presiden Rodrigo Duterte mengatakan, putusan itu harus dihormati. Dan pembantaian itu mewakili pengabaian tanpa ampun atas kesakralan kehidupan manusia dan tidak boleh diulang. Lebih dari 80 dari 197 tersangka masih buron, termasuk 12 Ampatuan, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa saksi dan keluarga korban mungkin tidak akan pernah aman. “Kasus ini masih panjang. Tapi setidaknya kita memiliki kemenangan parsial,” kata Esmael Mangudadatu, seorang anggota kongres yang istrinya ditembak lebih dari selusin kali selama penyergapan.