Riset Fenomena Kematian Massal Ikan dan Gempa, Perlu
Dia mengatakan karena berkembangnya sains modern membuat metode untuk melakukan pengukuran lebih presisi dan komprehensif, sehingga bisa jadi mampu menjawab bagian yang terlewatkan dari penelitian sebelumnya.
“Sampai saat ini sains modern mencatat belum terbukti secara ilmiah bahwa kematian massal ikan adalah salah satu penanda akan terjadi gempa, tapi ilmu pengetahuan terus berkembang, boleh jadi ke depan bisa menjawab ‘missing link’-nya itu, hipotesa bisa terbukti, bisa juga salah atau direvisi,” ujarnya.
Penelitian P2LD LIPI terkait kematian massal ikan di Pulau Ambon sempat dipaparkan oleh Hanung di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) ke-XIV yang digelar di Ambon, pada Kamis (7/11).
Dalam kesempatan itu, seorang ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyarankan agar P2LD LIPI meningkatkan kajian mengenai kematian ikan dan kaitannya dengan oleh kebocoran gas metana, radon dan lainnya yang keluar dari dalam bumi.
Hanung menyatakan dirinya sepakat dengan usulan tersebut karena sifat gas yang cepat menguap, sehingga tidak mungkin bisa menangkap bukti keberadaan gas berdasarkan pemeriksaan sampel ikan mati.
Hal itu harus menjadi fokus P2LD LIPI dan lembaga lainnya, seperti Universitas Pattimura (Unpatti) maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku, bagaimana menyediakan alat yang secara ilmiah bisa melacak kebocoran gas alam setelah fenomena kematian massal ikan.
“Saya sepakat, sangat menarik dan juga masuk akal karena secara sains bisa juga atau boleh jadi kebocoran gas yang awalnya tidak terbukti bisa jadi yang menyebabkan biota-biota ikan yang secara fisiologis terpapar dan akhirnya mati, itu satu rentetan gas-gas tadi menandakan akan adanya gempa,” kata Hanung. (Ant)