Kearifan Lokal NTT Perlu Digali Cegah Karhutla

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Di kabupaten Sikka, dalam kurun waktu dua bulan, hutan lindung Egon Ilimedo sudah dua kali mengalami kebakaran, belum termasuk di 22 kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kebakaran lahan dan hutan ini terjadi akibat minimnya kesadaran masyarakat dan juga kebiasaaan. Sejak dahulu, para petani selalu membakar ladang saat membuka kebun.

“Biasanya saat mau memasuki musim tanam, petani akan mempersiapkan lahan kebun. Mereka akan menebang pepohonan dan membersihkan rumput,” ungkap Carolus Winfridus Keupung, Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM), Rabu (9/10/2019).

Setelah ranting, dedaunan dan rumput mengering, kata Wim sapaannya, para petani akan membakar lahan tersebut. Para petani beranggapan, bahwa dengan membakar, lahan akan subur.

“Makanya, sering terjadi kebakaran hutan karena lahan pertanian berada persis berbatasan dengan hutan, termasuk juga hutan lindung,” sebutnya.

Hery Siswadi, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) kabupaten Sikka, NTT. -Foto: Ebed de Rosary

Dominikus Karangora, Kepala Divisi Sistem Data, Informasi dan Media Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT, membenarkan, bahwa kebiasaan membakar lahan telah dilakukan sejak dahulu.

“Kalau dahulu masyarakat yang hendak membakar lahan di kebun selalu memperhitungkan arah angin dan waktu yang pas. Mereka juga akan membuat sekat bakar, agar api tidak menyebar ke lahan petani lainnya atau ke areal hutan,” tuturnya.

Namun, katanya,  kebiasaan ini sudah tidak pernah dijalankan lagi. Ini yang menyebabkan saat membakar lahan di kebun, api pun menjalar ke areal hutan di sekitarnya.

Lihat juga...