MAUMERE — Masyarakat etnis Tana Ai yang mendiami kecamatan Waigete, Taibura dan Waiblama masih memegang teguh kearifan lokal menjaga hutan dan ada sanksi adanya berupa denda.

“Leluhur kami telah membagi ada beberapa zona di dalam kawasan hutan,” kata Germanus Gade, tokoh ada desa Pruda kecamatan Waibalam kabupaten Sikka,NTT, Rabu (116/10/2019).
Germanus katalan, di lokasi HKm saat ini, dulunya ada rumah adat, tempat-tempat perlindungan seperti mata air serta tempat menggelar seremonial adat.
Kearifan lokan ini sebutnya, bertujuan agar ada keseimbangan antara masyarakat dan kelestarian hutan.
“Dalam bahasa lokal dinamakan Opi Duen Oba Hoat, artinya batas areal pemanfaatan dan kawasan hutan. Ada juga areal pemanfataan yang dinamakan Opi Ea kare Tinu,” jelasnya.
Germanus juga menyebutkan, ada juga Roin Tun Tuan Taden atau areal perlidungan, Wair Puan Terang Matan atau wilayah dari mata air dan sungai.
“Areal Nitu Pitu Noan Walu, Guna Puluh Dewa Lima yang merupakan tempat-tempat seremonial adat,” paparnya.
Dalam pengelolaan yang diturunkan dari nenek moyang itu kata Germanus, telah diatur antara wilayah yang boleh dikelola dan yang dilindungi. Lokasi yang boleh dikelola seperti Hoken Wolon Watu Soge Bluwot dan tanah Bemok.
“Di antara lokasi-lokasi tersebut,terdapat tempat-tempat perlindungan seperti mata air yang dalam bahasa lokal di sebut Watu Soge Terang Pu’an, Hoken Wolon Blunge Wair,” ujarnya.