Gugatan Sistem Pemilu Serentak Memasuki Sidang Pendahuluan di MK

Seorang WNI memasukkan surat suara ke dalam kotak suara di TPSLN 01 di Aula Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus, Suriah pada Sabtu (13/4/2019)-( Foto Ant)

JAKARTA — Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggugat sistem pemilu serentak lima kotak dengan mengajukan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

Kuasa hukum Perludem Fadli Ramadhanil, mengatakan sistem pemilu serentak dengan model lima kotak tidak sesuai dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Dalam permohonannya, Perludem menyebut desain pelaksanaan pemilu lima kotak pada satu hari bersamaan membuat pemenuhan prinsip pemilu demokratis dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 telah terlanggar.

“Keserentakan pemilu yang dipersoalkan ini tidak hanya pemilu presiden dan wakil presiden, tetapi juga tingkat daerah. Maka kami ajukan UU Pemilu dan Pilkada ini sebagai objek permohonan,” ujar Fadli dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, kata dia, Mahkamah ingin memberikan penegasan desain pemilu serentak adalah sesuatu yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peta checks and balances, terutama terkait efektivitas sistem presidensial di Indonesia.

Namun, desain pelaksanaan pemilu lima kotak tersebut berakibat pada lemahnya posisi presiden untuk menyelaraskan agenda pemerintahan dan pembangunan.

Hal itu karena pemilihan DPRD tidak diserentakkan dengan pemilihan kepala daerah yang merupakan perpanjangan tangan pemerintahan pusat.

Untuk itu, Perludem meminta Mahkamah memutus Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Lihat juga...