Wihi Loe Unur, Ritual Adat Memohon Berkah Leluhur

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

MAUMERE – Ratusan warga masyarakat dusun Warut, desa Watudiran, kecamatan Waigete, kabupaten Sikka, sejak pagi memadati pelataran di samping jalan dusun. Tampak tenda dan bale-bale bambu, meja panjang yang dilengkapi dengan kursi dari bambu dibuat berjejer di sekeliling tempat ritual.

Di tengahnya, sebuah tanah lapang diletakkan sebuah kayu bulat pendek. Satu per satu kambing dan babi diarak ke tempat ini dan disembelih oleh setiap anggota keluarga dalam suku Goban.

“Hewan yang akan disembelih dipegang kaki dan kepalanya. Petugas yang akan memenggal kepala hewan tersebut harus sekali tebas kepala hewan baik babi dan kambing pun putus,” ungkap Lukas Lepe, warga dusun Warut, desa Watudiran, Minggu (1/9/2019).

Lukas menjelaskan, dalam ritual adat Wihi Loe Unur ini semua keluarga besar suku Goban hadir. Baik yang ada di kabupaten Sikka maupun di luar kabupaten Sikka biasanya hadir mengikuti ritual adat ini.

Beberapa suku lainnya di desa Watudiran kata Lukas, juga diundang hadir. Dalam ritual adat ini terdapat sebanyak 40 ekor lebih kambing dan babi yang dibawa setiap anggota keluarga yang mempunyai hajatan untuk disembelih.

Yohanes Jago Sangu tokoh adat desa Watudiran menjelaskan, ritual adat Wihi Loe Unur merupakan ritual puncak. Ritual ini sebutnya, berawal dari adanya kematian di keluarga anggota suku.

Yohanes Jago Sangu, tokoh adat desa Watudiran, kecamatan Waigete, kabupaten Sikka, NTT, saat dijumpai Cendana News, Minggu (1/9/2019) – Foto: Ebed de Rosary

Awal mulanya jelas Yohanes, setelah sesorang meninggal dunia, sebelum dikuburkan maka kuku kaki dan tangan kanan serta rambut diambil sedikit. Potongan kuku dan rambut ini disimpan di sebuah wadah lalu diletakkan di dalam rumah.

Lihat juga...