UU KPK, Revisi dan Pengesahan di Tengah Polemik Publik
Fraksi-fraksi Memberikan Catatan Kritis
Pro dan kontra terkait poin-poin revisi UU KPK itu membuat suasana Rapat Paripurna DPR pada Selasa siang diwarnai dengan berbagai interupsi oleh fraksi-fraksi, yang memberikan pendapat dan masukan kritis atas revisi UU tersebut.
Ada empat fraksi yang memberikan catatan kritis terkait revisi UU KPK dalam Paripurna DPR RI yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS, dan Fraksi PPP.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Edhy Prabowo mengingatkan bahwa semangat DPR merevisi UU KPK adalah dalam rangka penguatan institusi tersebut dalam pencegahan dan penegakan hukum, bukan malah melemahkan.
Dia mengatakan, Fraksi Gerindra masih ada “ganjalan” terhadap poin revisi UU KPK, khususnya terkait keberadaan Dewan Pengawas yang ditunjuk langsung oleh Presiden tanpa dipilih oleh lembaga yang independen.
Karena itu menurut Edhy, sejak awal pembahasan revisi UU KPK di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Gerindra selalu menentang poin-poin yang berpotensi melemahkan KPK, khususnya terkait Dewan Pengawas yang dipilih Presiden.
Dia menegaskan bahwa Gerindra tidak bertanggungjawab terhadap penyalahgunaan semangat penguatan KPK yang diawal diusung dalam revisi UU KPK dan bisa berujung pada pelemahan KPK.
Tidak hanya Fraksi Gerindra yang memberikan catatan kritisnya, Fraksi PKS DPR RI juga menyoroti terkait keberadaan Dewas KPK yang keanggotannya ditunjuk langsung Presiden.
Anggota Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa menilai pembentukan Dewas KPK yg menjadi bagian institusi tersebut, menjadi satu organ yang tidak bekerja lebih independen dan kredibel.
Dia mengatakan, Fraksi PKS juga menyoroti pemilihan Dewas KPK yang menjadi kewenangan mutlak Presiden, ketentuan tersebut dianggap tidak sesuai dengan tujuan awal draf revisi UU KPK yaitu membentuk Dewas yang profesional dan terbebas dari intervensi.