Merangkai Gunungan, Cara Merayakan Tahun Baru Hijriah di Pelosok Bondowoso

Editor: Mahadeva

Sedekah bumi berupa gunungan alam, banyak membawa unsur filosifis. Ritual tersebut menjadikan manusia akan lebih bijak dalam berperilaku terhadap alam. “Sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan, kita membuat Gunungan Hasil Alam dan tumpeng. Sembari kita mendoakan kebaikan untuk leluhur,” tambah Mohammad Afifi.

Walau dilakukan dengan cara sederhana di pelosok desa, namun acara peringatan Malam Satu Suro khas kejawen tersebut, berlangsung penuh khidmat. “Kami meyakini, setiap yang dilakukan oleh para leluhur itu memiliki makna filosofis. Sebab, ritual seperti ini sudah melalui proses bertahun-tahun,” papar pria yang juga aktivis PMII Bondowoso tersebut.

Berisikan para anak muda, Padepokan Nyai Surti sering menggelar acara seperti peringatan Suro, yang kental dengan tradisi khas Jawa. “Gunungannya sederhana saja, hanya setinggi satu setengah meter saja,” papar alumnus STAI At-Taqwa Bondowoso tersebut.

Secara swadaya, para anak muda pegiat literasi di Padepokan Nyai Surti merangkai gunungan hasil alam sejak Minggu (1/9/2019) siang. Mereka lantas berdoa bersama, sebelum kemudian menggelar acara makan bersama. Selain gunungan hasil bumi, mereka juga merangkai nasi tumpeng dan beras ketan berwarna merah dan putih.

Sejak berdiri pada April 2018, kelompok ini tidak hanya aktif menggelar tradisi ritual khas Jawa. Paguyuban ini juga aktif mengkampanyekan penyelamatan peninggalan Megalitikum, yang banyak tersebar di berbagai pelosok Bondowoso. “Kami juga menggelar perpustakaan terbuka, diskusi kebangsaan serta diskusi lintas agama. Selain itu, kita juga ada advokasi petani dan pelestarian budaya seperti keris,” pungkas Afifi.

Lihat juga...