Kirab Budaya Jadi Pembuka Puncak Festival Lima Gunung

Setelah rombongan kirab tiba dipanggung pementasan berproperti Burung Garuda ukuran raksasa, dilanjutkan pemukulan gong secara bergantian oleh para tokoh Komunitas Lima Gunung.
Pada kesempatan itu, pengunjung festival dari Korea Selatan, Doru, yang sudah tiga kali menyaksikan perhelatan tahunan tersebut, menyerahkan lukisan wajah Sutanto Mendut karyanya kepada pemimpin tertinggi komunitas itu, sedangkan seorang perwakilan grup kesenian dari Lumajang, Jawa Timur, Muhammad Nasrulah, menyerahkan “barong cokot” kepada Sutanto Mendut.
Saat pementasan sesi Minggu pagi, pemusik dari Solo yang pernah bergabung sebagai tim pemusik wayang suket dengan dalang Slamet Gundono (1966-2014), Dwi Priyo Sumarto, menyerahkan gambus bambu yang pernah dipakai sang dalang untuk berbagai pementasannya kepada Sutanto Mendut. Berbagai benda itu selanjutnya menjadi koleksi Museum Lima Gunung di Kompleks Studio Mendut, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, di dekat Candi Mendut.
Selain itu, pengajar Insitut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Doktor Joko Aswoyo menyerahkan kepada Sutanto buku berjudul “Sumpah Tanah”, bagian dari hasil risetnya sejak 2010 tentang Komunitas Lima Gunung, untuk memperoleh gelar doktor di kampus itu.
“Masih banyak yang bisa digali. Buku ini menarasikan Komunitas Lima Gunung. Buku ini memperpanjang umur persahabatan saya pribadi dan keluarga dengan Lima Gunung,” katanya.
Sitras Anjilin yang juga salah satu petinggi komunitas menyatakan berterima kasih atas dukungan semua pihak untuk penyelenggaraan festival tahun ini, terutama berbagai grup kesenian dari daerah setempat, berbagai kota, dan luar negeri.