Keistimewaan Masjid Soko Tunggal, Dibuat Tanpa Paku

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

YOGYAKARTA – Sebagai salah satu bangunan bersejarah, Masjid Soko Tunggal yang dibangun di era Orde Baru ini terletak di kompleks Tamansari Kraton Yogyakarta. Begitu dikenal karena gaya arsitekturnya yang unik, penuh nilai-nilai filosofis, serta sarat makna.

Selain memiliki ciri khas yang hanya ditopang oleh satu buah tiang penyangga atap atau soko guru, Masjid Soko Tunggal juga memiliki keistimewaan dimana seluruh bangunan utamanya tidak disambung dengan menggunakan paku sama sekali.

Sesepuh sekaligus saksi pembangunan masjid Soko Tunggal, Hadjir Digdodarmodjo, mengatakan, Masjid Soko Tunggal dibangun atas persetujuan Sri Sultan HB IX melalui ketua pelaksana GPBH Prabuningrat dan diarsiteki R Ngabehi Mintobudoyo.

Sesepuh sekaligus saksi pembangunan masjid Soko Tunggal, Hadjir Digdodarmodjo – Foto: Jatmika H Kusmargana

“Sampai saat ini, seluruh bangunan masjid masih dipertahankan pada bentuk aslinya. Soko gurunya merupakan kayu jati utuh berukuran 50×50 cm dengan panjang 7 meter didatangkan langsung dari Cepu, dan saat ditebang usianya 150 tahun,” katanya.

“Sementara umpak raksasa atau batu penyangga tiang merupakan bekas umpak Kraton Mataram Islam di daerah Pleret yang saat itu dipimpin oleh Sultan Agung. Kenapa dipakai umpak dari Kraton Pleret, karena memang ukurannya sangat besar,” imbuhnya.

Bangunan masjid dengan bentuk tajuk ini sendiri, terdiri dari ruang utama berukuran sekitar 10×16 m, serta serambi berukuran sekitar 8×16 m, yang dapat menampung sekitar 600 orang jamaah. Dilengkapi dengan gapura atau pintu masuk di sebelah kanan masjid.

Lihat juga...