Perajin Batu Bata di Lampung Selatan Gencarkan Konservasi
Editor: Mahadeva
LAMPUNG – Perajin batu bata di Kecamatan Palas Lampung Selatan melakukan reboisasi lahan bekas galian tanah bahan baku batu bata.
Diyin (60), warga Desa Tanjungsari menyebut, selama puluhan tahun kegiatan pembuatan batu bata dilakukan dengan menggali lahan. Sebagian dari lahan yang telah digali, banyak yang mulai ditinggalkan karena sudah tidak ada tanahnya. Setelah tanah habis, perajin mulai membeli tanah dengan sistem meteran. Bahan baku tanah merah dibeli Rp5.000 permeter, sementara tanah pundung atau gumuk dibeli Rp25.000.
Tanah pundung merupakan jenis tanah liat yang selanjutnya dicampur dengan tanah merah, untuk pembuatan batu bata. Kini tanah untuk pembuatan batu bata dibeli dengan sistem volume satu dum truck, dengan harga Rp250.000.
Lahan bekas galian batu bata, biasa digunakan untuk kolam ikan air tawar. Sebagian ditanami berbagai tanaman kayu. Penanaman memanfaatkan limbah pembakaran kayu dan sekam padi yang ditimbun menjadi kompos.
Campuran abu sekam dan abu kayu limbah dicampur dengan kotoran ternak kambing dan sapi. “Awalnya kami hanya membiarkan lahan bekas pembuatan batu bata terbengkelai, lalu mulai ditanami dengan berbagai jenis pohon kayu, sehingga lahan yang semula gersang mulai kembali subur,” terang Diyin saat ditemui Cendana News, Rabu (3/4/2019).
Pohon yang ditanam diantaranya albasia, randu, kelapa serta sengon. Dari aktivitas penanaman yang telah berlangsung 10 tahun, kini telah berhasil mengembalikan kondisi tanah di wilayah tersebut. Selain dari dedaunan yang menjadi kompos, lokasi galian tersebut menjadi tempat pembuangan limbah ternak kambing dan sapi milik warga. Limbah abu sekam dan kayu yang dikumpulkan membuat lahan kembali pulih dan bisa ditanami.