Papua dan Mimika Masih Tarik Ulur Pembagian Saham Freeport
Dalam isi perjanjian induk yang mengatur komposisi kepemilikan saham 10 persen dari PT Freeport Indonesia lewat PT Inalum, Pemprov Papua mendapat 3 persen dan Pemkab Mimika mendapat 7 persen.
“Inilah yang masih menjadi tarik ulur oleh kedua pihak. Pemprov Papua mau seusai Perda Nomor 7 Tahun 2018, sementara Pemkab Mimika masih berpegang pada perjanjian induk,” tuturnya.
Terkait persoalan ini, lanjut dosen di FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura itu, pemerintah pusat lewat Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri telah dua kali memfasilitasi mediasi untuk kedua pemerintah daerah tersebut, tetapi hal ini menemui jalan buntu.
Bahkan, kata dia, telah dua kali upaya yang dilakukan untuk mempertemukan Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Direktur PT Inalum Budi Gunawan. Baik dengan upaya pribadi dan meminta bantuan Kapolda Papua. Itupun tetap tidak terjadi.
Marinus mengingatkan bahwa jika hingga pada 21 Mei 2019 tidak ada titik temu di antara kedua pimpinan daerah itu, maka bukan tidak mungkin saham 10 persen tersebut akan diberikan kepada perusahaan konsorsium dalam hal ini kepada PT Inalum, sebagaimana perjanjian induk yang telah ditandatangani bersama.
“Ini patut disayangkan karena nantinya kita tidak akan mendapat apa-apa jika dikembalikan ke PT Inalum karena kedua pimpinan masih bersikukuh pada pendirian masing-masing. Padahal, upaya Pemerintahan Presiden Joko Widodo waktu membeli 51 persen saham Freeport sangat sulit dan rumit,” ujarnya.
Presiden Jokowi, ungkap dia, ketika bertindak untuk merebut (beli,red) saham sebanyak itu dari PT Freeport demi mengembalikan kedaulatan negara dibidang ekonomi dan politik dengan pertaruhan pemerintahannya akan digulingkan, tetapi hal itu tidak membuatnya takut dan pada akhirnya berhasil.