Perajin Batu Batu di Lamsel Keluhkan Tingginya Curah Hujan

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Ratusan perajin batu bata di wilayah Desa Tanjungsari, Kecamatan Palas, Lampung Selatan, mulai mengeluhkan tingginya curah hujan.

Ponimin (68), perajin batu bata sistem tradisional, menyebut curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi mulai melanda sejak satu bulan terakhir. Akibatnya, proses produksi mulai dari pencetakan hingga penjemuran, terhambat.

Ponimin mengaku, selama proses pencetakan, sebagian perajin batu bata menggunakan bangunan brak sebagai peneduh. Brak yang dibangun menggunakan genting, asbes dan sebagian memakai terpal plastik.

Ngadimun menutupi tanah yang sudah digiling sebagai bahan baku pembuatan batu bata -Foto: Henk Widi

Brak yang dibuat dipergunakan untuk menyimpan batu bata hingga proses pembakaran. Selain memanfaatkan brak, ia juga terpaksa membeli plastik penutup bata. Plastik tersebut dibeli dengan sistem kiloan seharga Rp35.000 per kilogram berukuran panjang 8 meter, lebar 1,5 meter.

Musim hujan disertai angin kencang, kata Ponimin, membuat ia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli terpal plastik. Selain harus melakukan penutupan dengan plastik, ia juga kerap harus rajin memeriksa plastik penutup batu bata yang sudah dijemur.

Menurutnya, angin kencang disertai hujan, membuat penutup plastik terbuka, sehingga batu bata terkena hujan, dan batu bata yang terkena hujan atau air kerap kebur kembali menjadi tanah.

“Musim penghujan membuat perajin batu bata mengalami hambatan untuk proses pencetakan hingga pengeringan. Saat kondisi normal, pengeringan hanya butuh waktu sepekan. Saat hujan, bisa lebih lama hingga tiga pekan,” terang Ponimin, saat ditemui Cendana News, Selasa (19/3/2019).

Lihat juga...