Kisah Winarno, Anak Transmigran Sukses dalam Dunia Pendidikan

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Hujan airmata membasahi keberangkatan satu keluarga Saryanto menuju tempat penuh pengharapan bagi masa depan keluarganya.  Saryanto yang telah membulatkan hati ikut dalam program transmigrasi Presiden RI, Soeharto, itu dilepas keluarga besarnya.

Ingatan Winarno –yang saat itu berusia satu tahun– begitu melekat kuat bagaimana ia dan orangtuanya berpisah dengan keluarga besar ayahnya, Saryanto. Lulusan Universitas Negeri Padang Jurusan Seni Rupa ini, mengatakan, keluarga besar bapak semuanya menangis ketika bapak berpamitan.

Haru biru tak terbendung. Di saat masih ada pandangan di kalangan orang-orang Jawa saat itu, bahwa Sumatera adalah bukan tempat yang baik untuk dijadikan tujuan, Saryanto justeru bak ingin menegaskan sebaliknya.

“Tahun 1981 awal mula bapak saya mengambil sikap untuk ikut kegiatan transmigrasi. Ketika itu, saya masih berusia 1 tahun. Berpamitan dengan keluarga besar bapak untuk berangkat (transmigrasi) ke Bengkulu,” ungkap Winarno, belum lama ini kepada Cendana News.

Winarno, transmigran. – Foto: Istimewa

Kondisi kehidupan keluarga Saryanto sebelum akhirnya memutuskan bertransmigrasi, saat itu begitu sulit. Saryanto bahkan tidak memiliki tanah, dan merasa tidak memiliki masa depan untuk anak-anaknya.

Saryanto berpandangan, jika tidak mengambil sikap untuk ikut transmigrasi yang direncanakan oleh Presiden RI ke-2, Bapak Soeharto, maka ia beserta istri dan empat anaknya tidak akan memiliki masa depan yang baik.

Dua hal itulah yang memantik Saryanto, sebagaimana diungkapkan anaknya, Winarno, ikut bertransmigrasi. Perjalanan pun akhirnya dimulai.

Lihat juga...