Kaloko Pau, Kuliner Mangawetkan Mangga Karya Perempuan Bugis di Lamsel

Editor: Mahadeva

Mangga mentah diiris tipis untuk dikeringkan (kanan) dan kaloko pau atau asam mangga kering yang sudah jadi (kiri) kerap digunakan sebagai bumbu dalam sejumlah masakan khas Bugis - Foto Henk Widi

LAMPUNG – Melimpahnya buah mangga di wilayah Lampung Selatan menjadi berkah bagi petani pemilik kebun.

Hamdan, salah satu petani pemilik kebun mangga di Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan (Lamsel) menyebut, buah mangga sering dibeli pengepul buah. Pembelian dilakukan dengan sistem borongan saat buah masih muda.

Selanjutnya, buah mangga diperam secara alami sebelum dijual. Sebagian pembeli sengaja membeli buah mangga dalam kondisi mentah, oleh pembuat asinan dan manisan mangga. Selain pembuat asinan dan manisan, buah mangga muda dibeli pengepul untuk kebutuhan penjual rujak yang dikenal dengan petis.

Hamdan menyebut, di wilayah tersebut ada beberapa varietas mangga yang bisa berbuah tanpa mengenal musim. Mangga yang ditanam diantaranya mangga apel, mangga manalagi, mangga golek dan mangga kerikil atau mangga kenyot. Khusus untuk mangga apel, yang memiliki rasa asam saat masih muda, pohonnya berbuah sepanjang musim. Pohon mangga dikembangkan dengan sistem okulasi, menciptakan buah yang tidak mengenal musim.

“Hasil panen mangga yang melimpah, belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan pemilik kebun seperti saya hanya menjual buah mangga dalam kondisi mentah atau matang karena tidak bisa mengolahnya,” beber Hamdan, Sabtu (9/3/2019).

Jenis mangga manalagi dan madu, disebut Hamdan kerap digunakan pemilik usaha kuliner, untuk membuat jus buah mangga dalam kondisi matang. Selain itu, jenis mangga kerikil kerap dicari pemilik usaha kuliner untuk bahan bumbu kuliner tradisional. Mangga, yang dijual dalam kondisi mentah dijual Rp4.000 hingga Rp5.000 per-kilogram. Permintaan cukup tinggi berasal dari sejumlah ibu rumah tangga keturunan Bugis atau Makassar.

Lihat juga...