Meski Harga Turun, Perajin Batu Bata di Lamsel Tetap Berproduksi

Editor: Koko Triarko

Selain dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat di Lampung Selatan, sebagian batu bata yang dibuat juga dikirim ke kabupaten Lampung Timur. Ia juga tidak kuatir harga batu bata anjlok sepanjang permintaan tetap stabil.

Supartinah, produsen batu bata di desa yang sama, mengaku produksi batu bata masih terus ditekuninya. Batu bata menjadi salah satu cara untuk mendapatkan investasi bagi pemilik modal. Sebab, sebagian pemilik modal yang akan mendapatkan batu bata menyerahkan uang terlebih dahulu, meski batu bata belum akan digunakan. Sistem tersebut kerap menjadi solusi keberlangsungan usaha pembuatan batu bata tradisional di wilayah tersebut.

“Pemilik uang dingin atau uang yang belum akan digunakan kerap dititipkan kepada kami sebagai modal, nanti akan diambil dalam bentuk batu bata,” terang Supartinah.

Supartinah memastikan, kebutuhan batu bata akan selalu ada untuk berbagai keperluan bahan bangunan. Sementara, sebagian besar bahan baku berupa tanah d didatangkan dari kecamatan Sragi dengan harga tanah Rp350.000, dengan ukuran satu kendaraan L300.

Tanah yang dibeli selanjutnya akan diolah dengan mesin khusus yang disebut molen, untuk menghaluskan tanah yang akan dicetak menjadi batu bata. Proses pembuatan batu bata secara manual tersebut masih menjadi tekhnik yang dipertahankan warga.

Supartinah dalam satu bulan bisa memiliki stok sebanyak 10.000 batu bata. Permintaan batu bata berkisar 5.000 hingga 7.000 batu bata dipenuhi dengan proses pembuatan berkelanjutan.

Saat batu bata kering siap dibakar, pencetakan batu bata terus dilakukan sehingga kebutuhan konsumen masih tetap bisa dipenuhi. Dengan harga rata-rata Rp200.000 saja, ia masih bisa mendapatkan Rp1 juta untuk 5.000 batu bata dan bisa lebih banyak sesuai banyaknya kebutuhan batu bata.

Lihat juga...