MAUMERE – Kekayaan laut yang menjanjikan, tingkat konsumsi ikan yang tinggi masyarakat Flores, kehadiran Undang-Undang No.7/ 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, seharusnya bisa menjadikan perikanan di Sikka sangat menjanjikan bagi kesejahteraan nelayan.
“Adapun kesenjangan yang ditemukan Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam penelitian yang dilakukan dengan KIARA, ada perbedaan tingkat pendapatan keluarga nelayan di wilayah utara dan selatan Sikka,” sebut Carolus Winfridus Keupung, Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM), Senin (7/1/2019), sore.

Di wilayah utara, sebut Wim, sapaan karibnya, pendapatan nelayan sedikit lebih baik dibandingkan dengan yang di selatan. Penyebabnya, tak lain karena tidak adanya tempat berlabuh atau kolam labuh.
“Nelayan di pantai selatan yang terkenal dengan ganasnya ombak, membuat intensitas melaut sangat rendah. Pemerintah harusnya membangun kolam labuh agar perahu nelayan aman dari hempasan gelombang,” tuturnya.
Disamping itu, pemerintah daerah belum giat mengupayakan peningkatan kesejahteraan nelayan. Bantuan yang diberikan kepada nelayan, seringkali kurang tepat sasaran, dan tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan.
“Selain itu tidak adanya pendampingan lanjutan dari bantuan yang diberikan seperti pelatihan sehingga bantuan yang diberikan tersebut, sepertinya tidak berdaya guna. Sementara itu, UU No 7 tahun 2016 belum berjalan baik, karena belum ada Perda pelaksana,” bebernya.