Kakao Masih Jadi Komoditi Unggulan Petani Sulteng
PALU — Achrul Udaya, sorang pemerhati ekonomi mengatakan komoditi kakao masih tetap menjadi primadona petani di Provinsi Sulawesi Tengah, meski produksi dalam beberapa tahun terakhir ini menurun akibat berbagai faktor.
Ketua Bidang Perdagangan Kadin Provinsi Sulteng itu mengatakan kakao masih merupakan komoditi unggulan di daerah itu. Sebagian besar petani di Sulteng masih menggantungkan hidup mereka dari hasil komoditi perkebunan tersebut.
Meski harus diakui bahwa produksi kakao Sulteng menurun karena banyak petani yang gencar menanam komoditi lain seperti nilam, kopi dan cengkih karena harganya di pasaran cukup bagus.
“Tapi kebanyakan petani tetap menggantungkan hidup keluarga mereka dari hasil panen kakao,” kata dia di Palu, Minggu (20/1/2019).
Faktor-faktor yang menyebabkan produksi kakao menurun antara lain, banyak petani yang menebang pohon kakao dan menggantikan dengan tanaman lainnya yang juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
Juga ada kebun kakao yang dialihfungsikan sebagai lahan sawah. “Tapi itu tidak banyak,” kata mantan Kepala Cabang PT Sucofindo Palu itu.
Achrul yang juga seorang politikus di Palu mengatakan masih banyanya petani yang mengandalkan kakao sebagai sumber matapencaharian mereka karena harga biji kakao di pasaran internasional maupun dalam negeri terbilang cukup mengembirakan.
Harga kakao di tingkat pedagang pengumpul di Kota Palu sekarang ini berkisar Rp30.000/kg. Harga kakao sempat naik hingga mencapai Rp35.000/kg ketika terjadi krisis moneter (krismon) pada 1998-2000.
Saat itu, kata dia, ada banyak petani yang tiba-tiba menjadi kaya raya. Bahkan ada petani yang membeli kendaran mobil sampai empat unit, hanya gara-gara harga kakao naik sampai 35.000/kg.