Ternak Bebek, Jadi Pilihan Warga Sukamaju
Editor: Mahadeva WS
Siklus budi daya bebek pedaging, dalam kurun waktu 40 hingga 60 hari. 500 ekor bebek varietas lokal yang dipelihara, dibeli dengan modal Rp4 juta. Harga murah menjadi alasan pemilihan bibit lokal. Selain itu, faktor lain yang diperhitungkan adalah, daya tahan terhadap penyakit tinggi, kualitas daging, serta lokasi penetasan bebek yang tidak jauh, sehingga menghemat biaya distribusi. “Kandang yang saya buat menghadap timur dengan alas jerami, sekam, pasir, serta disediakan area pemberian pakan sekaligus bermain air,” tambah Mei Dwiono.
Kadang juga diberi zat kapur, sebelum bibit dimasukan kandang, untuk mengendalikan penyakit, serta mempercepat penyerapan kotoran bebek. Selama membudidayakan bebek pedaging, Mei Dwiono membutuhkan biaya operasional sekira Rp9juta. Biaya tersebut digunakan untuk membeli bibit, penyediaan pakan dan obat sebesar Rp4 juta, serta pemeliharaan sebesar Rp1 juta.
Bebek pedaging dijual dengan harga Rp30.000 hingga Rp40.000 perekor sesuai ukuran dan bobot. Satu kali panen, dengan 500 ekor bebek, diperoleh penghasilan Rp15juta. Untuk mendapatkan keuntungan tambahan, juga dipelihara ratusan ekor bebek petelur, yang disediakan di kandang terpisah. Telur bebek dijual Rp1.500 hingga Rp2.000 perbutir, dapat memberikan keuntungan setiap hari.
Peternak lain, Edi Gunawan (38), warga Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan menyebut, Dia memberi bebek petelur milikinya asupan lemna minor, azola, yang merupakan tanaman air. Pemberian dilakukan bersama pakan pur serta dedak pada pagi dan sore hari. Hasilnya produksi telur meningkat dan aroma telur tidak terlalu amis, karena kandungan protein tinggi pada pakan alami tersebut. “Sumber pakan alami sebetulnya melimpah di wilayah ini hanya butuh pengetahuan apa saja pakan yang bermanfaat untuk ternak,“ cetus Edi Gunawan.