Tabak Waning, Proses Membuat Gendang Khusus Gren Mahe

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Dalam pelaksanaan ritual adat Gren Mahe atau pesta syukur yang dilaksanakan etnis Tana Ai, salat musik gong dan gendang merupakan alat musik yang wajib dibunyikan saat pelaksanaan ritual, untuk mengiringi tarian.

“Setelah pelaksanaan ritual adat Widin Tana dan semua hewan persembahan yang akan disembelih keesokan harinya saat penyembelihan hewan kurban, maka dilanjutkan dengan ritual adat Tabak Waning,” jelas Rofinus Dolo, juru bicara etnis Tana Ai Mahe Kringa, Minggu (2/12/2018).

Dalam acara yang berlangsung Jumat (30/11) malam di pelataran Mahe atau altar tempat dilaksanakan persembahan atau pusat kekuatan, dilaksanakan ritual Tabak Waning, pembuatan gendang adat.

Badan gendang atau Waning yang telah disiapkan harus dilapisi bagian mulutnya dengan kulit kambing. Gendang ini yang akan dipukul selama ritual adat Gren Mahe berlangsung, untuk mengiringi tarian atau proses selama pelaksanaan ritual adat berlangsung.

“Waning atau gendang adat tersebut dibuat dari kulit kambing yang disembelih saat ritual adat di Mahe. Gendang ini hanya dikerjakan oleh anak suku atau warga dari suku Lewar, yang merupakan salah satu dari empat suku asli Mahe Kringa, yang mendiami wilayah Desa Kringa,” terangnya.

Setelah gendang selesai dibuat, ujar Rofinus, maka akan dibunyikan bersamaan dengan gong yang diletakan di atas bale-bale Lepo atau rumah adat yang berada di tengah pelataran Mahe.

“Gong dan gendang tersebut tidak dibunyikan oleh sembarang orang, hanya suku tertentu saja yang diperbolehkan sesuai dengan aturan yang dibuat turun-temurun. Irama pukulannya pun harus sesuai irama khas saat pelaksanaan ritual adat,” ungkapnya.

Lihat juga...