Pernikahan ‘Di Bawah Tangan’ di Banten, Cukup Tinggi

LEBAK — Pernikahan “di bawah tangan” di Provinsi Banten hingga kini cukup tinggi, karena berbagai faktor di antaranya ketidakpahaman masyarakat terhadap aturan pemerintah.

“Kita berharap ke depan pernikahan itu melalui Kantor Urusan Agama (KUA),” kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, Ade Rossi Chaerunnisa saat syukuran Isbat Nikah di Kabupaten Lebak, Rabu (19/12/2018).

Tingginya pernikahan di bawah tangan atau secara agama itu, tentu P2TP2A merasa terpanggil untuk melegalisasi penerbitan isbat bagi pasangan suami isteri melalui Pengadilan Agama.

Selama ini, pihaknya sudah menerbitkan buku isbat sekitar 1.500 pasangan sejak tahun 2010. Kegiatan penerbitan isbat sudah diagendakan setiap tahun dan secara bertahap untuk melegalisasi pernikahan di bawah tangan tersebut.

“Kami hari ini menerbitkan isbat sebanyak 100 pasangan suami isteri dari Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang,” katanya.

Menurut Ade, penyebab tingginya pernikahan di bawah tangan itu, di antaranya ketidakpahaman masyarakat terhadap aturan pemerintah.

Padahal, aturan pemerintah itu bahwa pernikahan secara resmi harus melalui KUA agar mereka menerima buku nikah yang diterbitkan Kementerian Agama.

Menyinggung masalah lilitan ekonomi, kata dia, tidak ada masalah karena saat ini pernikahan melalui KUA sudah digratiskan.

“Kami mengajak masyarakat agar pernikahan di bawah tangan itu dihilangkan, selain merugikan hak perempuan dan anak, juga tidak memiliki legalitas hukum yang kuat,” ujarnya.

Ketua P2TP2A Kabupaten Lebak, Ratu Mintarsih, mengatakan pernikahan di bawah tangan tentu tidak dibenarkan secara hukum, dan merugikan hak-hak perempuan dan anak.

Lihat juga...