KLHK Sudah Lepaskan 5,4 Juta Ha Hutan untuk Sawit

Perkebunan sawit, ilustrasi -Dok: CDN

Sigit menyebut, pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, diproses berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.60/2012, Jo. PP No.104/2015, yang menyatakan, kawasan hutan yang dapat dilepas adalah kawasan hutan yang tidak berhutan (tidak produktif). Hal itu, untuk mencegah terjadinya deforestasi.

Untuk memperkuat pencegahan deforestasi, diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2018, tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit, Serta Peningkatan Produktifitas Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam Inpres tersebut dinyatakan, permohonan perkebunan sawit baru, ditunda (moratorium) selama tiga tahun. Masa moratorium, dipergunakan untuk mengevaluasi pembangunan perkebunan kelapa sawit, yang telah dilepaskan dari kawasan hutan.

Sebagai tindak lanjut pengaturan pelepasan kawasan hutan, KLHK menerbitkan Peraturan Menteri LHK No.P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018, tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi. Peraturan tersebut menyatakan, permohonan pelepasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), untuk perkebunan kelapa sawit, yang telah diajukan sebelum berlakunya Inpres No.8/2018, hanya dapat diproses pada kawasan HPK yang tidak berhutan (tidak produktif).

Dengan adanya kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan perkebunan, sebagaimana tertuang dalam PP No.104/2015, Inpres No.8/2018, dan Peraturan Menteri LHK No.P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018, yang sangat menekankan pencegahan deforestasi. Maka, kebijakan tersebut merupakan langkah koreksi (corrective action) dari regulasi sebelumnya.

Koreksi dilakukan, sebagai wujud komitmen Indonesia dalam tindakan pengendalian perubahan iklim, untuk menurunkan emisi (gas rumah kaca), sebagaimana tertuang dalam Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi dengan Undang-undang No.16/2016. (Ant)

Lihat juga...