Musik Dibutuhkan untuk Dramatisasi Film

Editor: Mahadeva WS

Aksan Sjuman (Foto Akhmad Sekhu)

JAKARTA – Sri Aksana Sjuman atau lebih dikenal dengan nama Wong Aksan, termasuk seorang musisi handal yang dimiliki Indonesia. Ia banyak menggarap musik untuk film, seperti Laskar Pelangi (2008), King (2008), dan Sang Pemimpi, yang membawanya meraih Piala Citra di ajang Festival Film Indonesia (FFI).

“Musik untuk penekanan beberapa adegan dalam sebuah film, tapi yang pasti untuk mendramatisasi adegan itu sendiri, makanya musik itu perlu,” kata Aksan Sjuman, saat mengisi materi Workshop Musik untuk Film, di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jumat (2/11/2018).

Lelaki kelahiran 22 September 1970 itu, tidak terlalu memikirkan, bahwa sebuah film memakai musik atau tidak. Hal itu disebutnya, tergantung dengan hasil akhir. “Kalau hasil akhirnya bagus ya tidak apa-apa, tapi kalau tidak bagus tentu perlu penekanan,” ungkap anak dari sutradara legendaris Sjuman Djaja, dari perkawinannya dengan Farida Oetoyo tersebut.

Aksan menilai, film tidak mempergunakan musik, adalah sesuatu yang syah-syah saja. Sementara, banyak orang selalu berpikir, apakah film berhasil tanpa musik, atau film berhasil karena musik. “Kalau lihat film secara keseluruhan itu pasti seperti musik juga, ada intro, ada reff, ada interlude, persis seperti musik,” terangnya.

Aksan menyebut, membuat musik untuk film dilakukan dari pandangan subyektif. Musik untuk membantu memperkuat film, bukan sebagai bagian yang menonjol, karena pada dasarnya musik memang untuk membantu gambar. Bahkan untuk pendekatan sebuah karakter dalam sebuah film, musik bisa digunakan. Termasuk pendekatan geografis, seperti film dengan adegan di Bali, maka musik yang mengiringi adalah musik Bali.

Lihat juga...