Ternak Sapi di Perkotaan Masih Menjanjikan
Editor: Satmoko Budi Santoso
“Mereka satu orang peternak, memegang sampai 15 ekor sapi bahkan ada yang lebih. Bagi hasil 50-50. Kalau bisnis tidak ada perbedaan, kalau barokah ada,” papar Ogai seraya mengatakan, karyawan yang dipekerjakan ada yang juga nyambi ojeg online, ojeg pangkalan, jual koran, sehingga sama-sama tidak terbebani untuk kebutuhan harian.
Menurutnya, beternak di tengah kota harus dilakukan ekstra agar kandang tidak bau. Untuk itu kebersihan hewan ternak dan kandang jadi hal pertama. Memberi makan empat kali dalam sehari tetapi yang diutamakan pakan pada malam hari agar hewan ternak gemuk dan berisi. Makan pun diberi campuran agar kotorannya tidak mengeluarkan bau menyengat.
Untuk keuntungan dari satu ekor sapi, lanjut Ogai, bisa mencapai Rp5 juta hingga Rp6 juta, dalam 7 bulan. Misalnya modal bakalan sapi Rp15 juta, dijual Rp22-23 juta, tetapi tentu tergantung besaran sapi.
“Biasanya harga sapi jenis limosin, brahman masih mendominasi. Bisa mencapai Rp70 juta karena beratnya bisa mencapai 2 ton,” jelasnya, mengaku tidak ada kendala kecuali soal penyakit cacing dan kembung.
Sementara, ungkapnya, untuk perawatan satu ekor sapi, mencapai Rp12 ribu sehari. Tetapi untuk jenis sapi brahman, limosin, simental, bisa sampai Rp15 ribu sehari. Jika diambil rata-rata untuk kebutuhan pakan, satu bulan satu sapi, rata-rata Rp300 ribu. Perawatan hanya 6-7 bulan, khususnya untuk penggemukan Idul Adha. Total memasuki Idul Adha biaya yang dikeluarkan untuk pakan mencapai Rp2-3 juta.
Dikonfirmasi kenapa tidak mengisi pasar, Ogai mengaku, harga daging sapi lokal kalah dengan harga sapi impor. Perbandingannya bisa 40 persen. Misalnya daging sapi lokal di pasar dijual dengan harga Rp110 ribu, daging sapi impor bisa Rp70 ribu.